Teori Belajar Konstruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan
dapat diartikan Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup
yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual
yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang
hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.
Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap
untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan
masalah, mencari idea dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena
mereka terlibat langsung dalam mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih
pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam semua situasi. Selian itu siswa
terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih lama semua
konsep.
3. Cara Berkomunikasi yang Efektif, Simpatik, Santun kepada peserta didik?
KOMUNIKASI EFEKTIF, EMPATIK, DAN PERSUASIF
By: Drs. Sulis Yani Hariyanto, M.Ed
(Widyaiswara PPPPTK BOE Malang)
A. KOMUNIKASI EFEKTIF, EMPATIK, DAN
PERSUASIF
Kita dapat membedakan komunikasi
berdasarkan interaksi yang terjalin antara komunikator dengan komunikannya,
yaitu:
1. Komunikasi Efektif
Komunikasi
efektif adalah komunikasi yang bertujuan agar komunikan dapat memahami pesan
yang disampaikan oleh komunikator dan komunikan memberikan umpan balik yang
sesuai dengan pesan. Umpan balik yang sesuai dengan pesan tidak selalu berupa
persetujuan. Komunikan dapat saja memberikan umpan balik berupa ketidaksetujuan
terhadap pesan, yang terpenting adalah dimengertinya pesan dengan benar oleh
komunikan dan komunikator memeroleh umpan balik yang menandakan bahwa pesannya
telah dimengerti oleh komunikan. Sebagai contoh, auditor meminta data anggaran
kepada auditan. Auditan mengerti permintaan auditor, tetapi menolak memberikan
data tersebut, maka komunikasi yang terjadi telah efektif. Komunikasi tersebut
efektif, meskipun umpan balik tidak sesuai keinginan auditor, karena pesan
telah dimengerti dengan benar dan diberikan umpan balik.
Agar komunikasi efektif terjadi
terdapat 2 hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
a. Keselarasan elemen-elemen
komunikasi dengan pesan. Elemen-elemen komunikasi harus mendukung isi
pesan.Elemen-elemen komunikasi tersebut adalah komunikator, encoding,
saluran, decoding, dan komunikannya. Komunikasi akan efektif jika
terdapat keselarasan isi pesan dengan elemen-elemen lain dari proses
komunikasi.
b. Minimalisasi hambatan
komunikasi. Komunikasi akan efektif jika hambatan
berhasil diminimalkan. Hambatan komunikasi dapat terjadi pada tiap elemen
komunikasi termasuk pada situasi komunikasi
Berikut ini ilustrasi ketika
keselarasan elemen-elemen komunikasi tidak diperhatikan yang mendorong
komunikasi menjadi tidak efektif.
Seorang auditor memerlukan data
anggaran belanja suatu kantor. Untuk itu, dia meminta seorang petugas
kebersihan kantor tersebut untuk meminta data anggaran belanja ke bagian
keuangan. Maka, petugas kebersihan tersebut mendatangi salah seorang staf
keuangan, dan meminta anggaran belanja. Kemudian, petugas kebersihan kembali ke
tempat auditor dan menyerahkan anggaran belanja kepada si auditor. Ketika
anggaran tersebut dibaca oleh auditor, maka yang terbaca oleh auditor adalah
daftar rencana belanja alat-alat dan bahan-bahan kebersihan satu tahun
mendatang. Komunikasi ini tidak efektif karena staf keuangan sebagai komunikan
tidak memahami pesan dengan benar. Hal ini disebabkan ketidakselarasan elemen
komunikator, yaitu petugas kebersihan, dengan isi pesan.
2. Komunikasi Empatik
Komunikasi
empatik adalah komunikasi yang menunjukkan adanya saling pengertian antara
komunikator dengan komunikan. Komunikasi ini menciptakan interaksi yang membuat
satu pihak memahami sudut pandang pihak lainnya. Sebagai contoh, auditor
meminta kerjasama dari auditan berupa penyediaan data secara lengkap. Setelah
berkomunikasi, akhirnya auditan memahami kebutuhan auditor dan mengerti bahwa
tanpa bantuannya, maka auditor akan mengalami kesulitan dalam penyelesaian
tugas. Dalam kondisi ini, auditan telah berempati terhadap kebutuhan auditor.
Komunikasi
empatik bisa dipahami dari kata empati. Empati adalah kemampuan seseorang untuk
mengetahui apa yang dialami orang lain pada saat tertentu, dari sudut pandang
dan perspektif orang lain tersebut. Jadi komunikasi empatik dapat menjadi
sarana untuk menjalin saling pengertian antara dua pihak. Berkaitan dengan
audit, komunikasi empatik dapat dijadikan sarana untuk menghapus salah persepsi
auditan atas tujuan audit. Auditan sering mempersepsikan pekerjaan audit
sebagai pekerjaan cari-cari kesalahan. Jika auditor berhasil mengembangkan
komunikasi empatik, maka diharapkan auditan dapat memahami bahwa tujuan utama
dari audit adalah agar auditan dapat menyelesaikan tanggung jawabnya secara
lebih efektif.
Agar komunikasi empatik tercipta, maka
komunikator harus memperlihatkan:
a. Ketertarikan terhadap sudut pandang
komunikan. Sikap ini akan
mendorong komunikan untuk lebih terbuka.
b. Sikap sabar untuk tidak
memotong pembicaraan. Banyak informasi yang didapat jika komunikator bersabar
untuk memeroleh penjelasan detail dari sudut pandang komunikan. Jika informasi
yang diperoleh telah cukup dan komunikan hanya berputar-putar menjelaskan hal
yang sama, maka komunikator perlu menyampaikan kembali pengertian yang telah
didapatnya dan menarik perhatian komunikan pada masalah berikutnya.
c. Sikap tenang, meskipun menangkap ungkapan
emosi yang kuat. Beberapa sudut pandang bersifat sangat pribadi, sehingga saat
mengungkapkannya keterlibatan emosi tidak dapat dihindari. Sebagai contoh,
komunikan mengungkapkan kemarahannya saat menceritakan ketidaksetujuannya
terhadap suatu keputusan rapat.
d. Bersikap bebas prasangka,
atau tidak evaluatif, kecuali jika sangat diperlukan. Untuk dapat memahami sudut pandang
orang lain, kita hindari sikap evaluatif. Sikap evaluatif dapat membuat
komunikan menyeleksi hal-hal yang perlu disampaikan dan tidak, dengan
pertimbangan apakah sudut pandangnya akan diterima atau tidak, disetujui atau
tidak, oleh komunikator.
Jika ini terjadi, maka kita tidak dapat
mengerti sudut pandang komunikan dengan benar. Sikap evaluatif diperlukan
ketika komunikan mendesak komunikator untuk menilai pandangan komunikan.
e. Sikap awas pada isyarat
permintaan pilihan atau saran. Sikap ini memperlihatkan adanya dukungan atau bantuan
yang bisa diharapkan komunikan dari komunikator. Pemberian dukungan dan bantuan
akan mengembangkan empati pada diri auditan, kesiapan untuk membalas dukungan
dan bantuan yang diterimanya.
f. Sikap penuh pengertian. Sebagai contoh, komunikan mendesak
untuk memperoleh persetujuan dari komunikator atas sudut pandangnya.
Komunikator tidak setuju. Komunikator cukup menyatakan bahwa dia dapat mengerti
sudut pandang tersebut, tidak perlu menyatakan persetujuan atau
ketidaksetujuannya.
3. Komunikasi Persuasif.
Komunikasi persuasif dapat dilihat
sebagai derajat interaksi yang lebih tinggi dibanding komunikasi efektif dan
empatik. Komunikasi persuasif bertujuan untuk membuat komunikan memberikan
umpan balik sesuai keinginan komunikator. Pengertian persuasif sendiri adalah
perubahan sikap akibat paparan informasi dari pihak lain. Dalam audit,
komunikasi persuasif banyak digunakan, mulai dari permintaan kesediaan auditan
untuk membantu kelancaran audit, hingga mendorong auditan untuk melaksanakan
rekomendasi audit.
Agar komunikasi persuasif terjadi, maka
komunikator perlu mengembangkan komunikasi efektif dan empatik. Komunikasi
persuasif dapat dikembangkan melalui:
a. Kejelasan penyampaian
pesan. Agar pesan
dapat tersampaikan dengan jelas, maka perlu memerhatikan keselarasan
elemen-elemen komunikasi dan meminimalkan hambatan komunikasi.
b. Pemahaman sudut pandang
dan keinginan komunikan. Komunikator dapat meminta komunikan melakukan sesuatu
sesuai keinginan komunikator, hanya jika, komunikan melihat bahwa tindakan tersebut
sesuai dengan keinginan si komunikan sendiri. Untuk mengetahui sudut pandang
komunikan dan keinginan auditan, komunikasi empatik dapat dilaksanakan terlebih
dahulu, sebelum meningkatkannya menjadi komunikasi persuasif.
Dari uraian tentang komunikasi persuasif,
kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa syarat komunikasi persuasif adalah
kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dan empatik. Komunikasi-komunikasi
ini dapat dikembangkan jika auditor memiliki keterampilan untuk menyusun dan
menyampaikan pesan dalam kode verbal dan nonverbal, serta keterampilan
mendengarkan.
B. MENDENGARKAN SECARA AKTIF
Komunikasi merupakan suatu interaksi dinamis antara komunikator dan komunikan.
Interaksi terjadi dengan baik, jika komunikan dapat memahami pesan dan
komunikator dapat memahami umpan balik dari komunikan. Dalam komunikasi
tertulis, kalimat, tata bahasa, dan format penyajian pesan harusdiperhatikan
kedua pihak sehingga pesan dan umpan balik dapat dipahami. Sedangkan dalam
komunikasi lisan dan tatap muka maka mendengarkan adalah cara untuk memahami
pesan bagi komunikan dan memahami umpan balik bagi komunikator. Berbeda dengan
komunikasi tertulis di mana pemahaman bisa tercapai dengan membaca ulang,
mendengarkan memerlukan perhatian lebih karena pengulangan akan menyebabkan
gangguan dalam komunikasi. Karena itu, baik komunikator maupun komunikan perlu
mendengarkan secara aktif, sehingga pesan maupun umpan balik dapat dipahami
dengan benar.
Charles J. Stewartdan William B. Cash, Jr3 menjelaskan 4 pendekatan yang
dapat digunakan untuk mendengarkan secara aktif, yaitu mendengarkan untuk:
1. Pemahaman. Mendengarkan untuk pemahaman adalah
pendekatan utama dalam menerima, memahami, dan mengingat pesan secara akurat
dan lengkap. Tujuan mendengarkan untuk pemahaman adalah untuk berkonsentrasi
pada pesan atau umpan balik agar mengerti dan tetap obyektif, serta menghindari
sikap menilai. Berikut ini panduan mendengarkan untuk pemahaman:
a. Dengarkan pertanyaan dengan seksama, sebelum menjawab.
Dan sebaliknya, dengarkan jawaban, sebelum mengajukan pertanyaan berikutnya.
b. Tenang, tidak terburu-buru.
c. Dengarkan isi dan ide pesan atau umpan
balik.
d. Catat hal-hal penting untuk
mempertahankan informasi.
e. Gunakan pertanyaan untuk
mengklarifikasi informasi.
2. Empati. Mendengarkan untuk empati adalah suatu
cara untuk menunjukkan perhatian yang tulus, pengertian, dan keterlibatan.
Mendengarkan untuk empati adalah usaha untuk memosisikan diri kita dalam sudut
pandang komunikan guna mengerti dan mengapresiasi apa yang dipikir dan dialami
komunikan. Panduan mendengarkan untuk empati, sebagai berikut:
a. Tunjukkan ketertarikan.
b. Jangan memotong pembicaraan.
c. Tetap tenang, meskipun menangkap
ungkapan emosi yang kuat.
d. Tetap tidak evaluatif, kecuali jika
sangat diperlukan.
e. Saat mendengarkan tetap awas pada
isyarat permintaan pilihan atau saran.
f. Menjawablah dengan taktis dan penuh
pengertian.
3. Evaluasi. Mendengarkan untuk evaluasi bertujuan
untuk menilai apa yang didengar dan dilihat saat berkomunikasi. Mendengarkan
untuk evaluasi adalah tingkatan berikut dari mendengarkan untuk pemahaman dan
empati, karena kita tidak siap untuk menilai sebelum kita memahami dengan benar
pesan verbal dan nonverbal dari mitra komunikasi kita. Panduan mendengarkan
untuk evaluasi adalah sebagai berikut:
a. Dengarkan secara seksama seluruh pesan
dan umpan balik sebelum menilai.
b. Dengarkan dengan seksama simbol verbal dalam bentuk
kata-kata, pernyataan maupun argumentasi, dan perhatikan simbol nonverbal
berupa raut wajah, intonasi suara, dan bahasa tubuh.
c. Jika belum yakin, bertanyalah untuk
meminta penjelasan.
d. Hindari bersikap defensif. Misalnya,
ada pernyataan dari komunikan bahwa kita belum mengerti permasalahannya, maka
tidak perlu kita menolak dengan mengatakan bahwa kita sudah tahu, ini sikap
defensif. Sebaiknya kita mempersilahkankomunikan untuk menjelaskan bagaimana
persoalan yang sebenarnya menurut dia.
4. Kesepakatan. Mendengarkan untuk kesepakatan
(resolusi) bertujuan untuk mendapatkan kesepakatan yang berfokus pada masalah
bersama, bukan pada masalah masing-masing pihak, guna kesepakatan dan
penyelesaian untuk kepentingan bersama. Mendengarkan untuk kesepakatan biasanya
digunakan untuk rapat, negosiasi, dan pengambilan keputusan kelompok. Panduan
mendengarkan untuk kesepakatan adalah sebagai berikut:
a. Dorong pertukaran yang seimbang antar
pihak yang berkomunikasi.
b. Tumbuhkan kepercayaan bahwa tiap pihak dapat berkontribusi
dalam pencapaian kesepakatan dan pemecahan masalah.
c. Berfokuslah pada komunikasi, bukan pada masalah
psikologi. Misalnya, jangan terjebak pada pembahasan kebutuhan masing-masing
pihak terlalu dalam, tetapi berfokuslah pada apakah kebutuhan masing-masing
pihak telah tersampaikan dan dimengerti pihak lain.
d. Berfokus pada apa yang dapat
dilaksanakan saat ini. Tidak perlu fokus pada apa yang telah terjadi, atau
terlalu banyak memertimbangkan asumsi masa datang yang menjurus pada sikap
berandai-andai.
e. Saling memberikan dukungan atas
kontribusi masing-masing pihak dalam upaya pencapaian kesepakatan, pengambilan
keputusan, dan pemecahan masalah.
Keterampilan mendengarkan adalah
keterampilan yang dapat dipelajari. Agar mampu berkomunikasi dengan baik, maka
kita perlu berlatih menggunakan pendekatan mendengarkan yang sesuai dengan
pendekatan komunikasi yang kita hadapi. Misalnya, untuk komunikasi yang
empatik, kita gunakan pendekatan mendengarkan untuk empati. Untuk komunikasi persuasif,
kita gunakan pendekatan mendengarkan untuk kesepakatan.
C. MEMAHAMI EKSPRESI WAJAH DAN BAHASA
TUBUH
Pesan dalam komunikasi menempati posisi sentral. Pesan tidak lain adalah
stimulus-stimulus informatif dari komunikator kepada komunikan. Stimulus ini
disampaikan dalam bentuk verbal dan nonverbal. Untuk menghasilkan stimulus
verbal yang informatif, maka kita perlu menyampaikan pesan secara sederhana,
ringkas, lengkap, dan sistematis. Dalam komunikasi tatap muka, pesan dalam
bentuk verbal tidak dapat dipisahkan dari pesan nonverbal yang disampaikan
melalui ekspresi wajah dan bahasa tubuh. Pemahaman atas ekspresi wajah dan
bahasa tubuh akan membantu komunikator untuk:
1. Menjaga keselarasan kode verbal dalam
pesan dengan kode nonverbal ekspresi wajah dan bahasa tubuh agar komunikasi
efektif.
2. Memahami umpan balik komunikan.
3. Menilai kesesuaian kode verbal dan
nonverbal komunikan untuk menentukan validitas informasi.
Ekspresi wajah adalah gerakan wajah
yang menyampaikan emosi dan sikap tertentu. Emosi yang terlihat dari ekspresi
wajah bersifat universal. Ekspresi wajah bahagia dari orang Mesir akan sama
dengan ekspresi wajah bahagia orang Indonesia. Emosi-emosi yang dapat dikenali
dari ekspresi wajah adalah:
1. Senang / Bahagia.
2. Sedih.
3. Marah.
4. Tidak suka.
5. Jijik.
6. Takut.
7. Terkejut.
Bahasa tubuh adalah gerakan-gerakan
anggota tubuh yang merupakan perwujudan dari “informasi dan perintah” otak.
Gerakan-gerakan ini bersifat spontan karena merupakan hasil belajar seseorang
berdasarkan pengaruh-pengaruh genetik dan kebudayaan. Berikut ini contoh-contoh
sederhana bahasa tubuh:
1. Kita mengangguk jika setuju.
2. Kita berjongkok karena ketakutan.
3. Kita tertunduk dan menggelengkan kepala
saat merasa prihatin.
4. Kita membusungkan dada dan
mencondongkan badan ke depan untuk memberikan tantangan atau menyatakan siap
menyambut tantangan.
4. Pendekatan (Approach) dalam pembelajaran?
5. Contoh strategi pembelajaran?
6. Perangkat Pembelajaran?
7. Hubungan antara Perangkat Pembelajaran dan Kurikulum?
8. Kurikulum 2013?
9. Silabus dan RPP (Rencana Pelaksanaan Pendidikan)?
10. Kompetensi Inti(KI) dan Kompetensi Dasar (KD)?
11. Pendekatan Ilmiah dalam pembelajaran (Scientific Approach)?
12. Penilaian Autentik (Authentic Assesment)?
13. Standar Kompetensi Lulusan (SKL)?
14. Penilaian Tindakan Kelas (PTK)?
1. Keterkaitan antara RPP dan Bahan Ajar, serta contoh penerapannya?
2. Keterkaitan antara Kompetensi Inti (KI), Kompetensi Dasar (KD) dan Silabus dalam Kurikulum 2013?
3. Pendidikan Karakter?
4. Pengembangan Bahan Ajar?
5. Menerapkan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran?
6. Memanfaatkan Teknologi Informasi dalam Berkomunikasi dan Pengembangan Diri?
1. Fungsi Norma Agama dan Norma Sosial bagi seorang Guru?
2. Cara seorang Guru menampilkan keteladanan (jujur, berakhlak mulia) bagi peserta didik dan masyarakat?
3. Cara seorang Guru menunjukkan kebijaksanaan dalam menyelesaikan masalah?
4. Cara seorang Guru menunjukkan kemasyarakat tentang;
1. Proses seorang Guru memiliki sifat Inklusif dan Objektif dalam interaksi sosialnya?
2. Komunikasi Efektif, Empatik dan Santun? Contoh penerapan kepada sesama Pendidik, Orang Tua Siswa dan Masyarakat?
3. Komunitas Profesi, Apa Komunitas Profesi Guru di Indonesia?
0 komentar:
Post a Comment